PERCOBAAN
II
IDENTIFIKASI
SEL DARAH PUTIH PADA HEWAN
A. Tujuan
Agar
mahasiswa dapat menidentifikasi berbagai macam bentuk sel darah merah putih
pada hewan cicak (Cosymbotus platyurus).
B. Dasar
Teori
Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang
sampai saat ini masih digunakan pada pemeriksaan di laboratorium. Prinsip
pemeriksaan sediaan apus ini adalah dengan meneteskan darah lalu dipaparkan di
atas objek glass, kemudian dilakukan pengecatan dan diperiksa dibawah
mikroskop.
Guna
pemeriksaan apusan darah:
1.
Evaluasi morfologi dari sel darah tepi
(eritrosit, trombosit, dan leukosit)
2.
Memperkirakan jumlah leukosit dan
trombosit.
3.
Identifikasi parasit (misal : malaria.
Microfilaria, dan Trypanosoma).
Sediaan
apus darah tepi dapat diwarnai dengan berbagai macam metode termasuk
larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan Giemsa, pewarnaan acid
fast, pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lainlain. Pewarnaan Giemsa disebut
juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak digunakan untuk
mempelajari morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga
untuk mengidentifikasi parasit-parasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia dan
lain-lain dari golongan protozoa. ( Maskoeri,
2008).
Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik
pewarnaan untuk pemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang
peneliti malaria yaitu Gustav Giemsa. Pewarnaan ini digunakan untuk pemeriksaan
sitogenetik dan untuk diagnosis histopatologis parasit malaria dan juga parasit
jenis lainnya. (Jason and Frances, 2010).
Dasar dari pewarnaan Giemsa adalah presipitasi hitam
yang terbentuk dari penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan
di dalam metanol. Yaitu dua zat warna
yang berbeda yaitu Azur B ( Trimetiltionin ) yang bersifat basa dan eosin y (
tetrabromoflurescin ) yang bersifat asam seperti kromatin, DNA dan RNA.
Sedangkan eosin y akan mewarnai komponen sel yang
bersifat basa seperti granula, eosinofili dan hemoglobin. Ikatan eosin y pada
azur B yang beragregasi dapat menimbulkan warna ungu, dan keadaan ini dikenal
sebagai efek Romanowsky giemsa. Efek ini terjadi sangat nyata pada DNA tetapi
tidak terjadi pada RNA sehingga akan menimbulkan kontras antara inti yang
berwarna dengan sitoplasma yang berwarna biru. ( Arjatmo Tjokronegoro, 1996).
Pewarnaan giemsa adalah teknik pewarnaan yang paling
bagus dan sering digunakan untuk mengidentifikasi parasit yang ada di dalam
darah ( blood-borne parasite ). ( Ronald
dan Richard , 2004 ).
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar
yang berasal dari kapiler atau vena, yang dihapuskan pada kaca obyek. Pada
keadaan tertentu dapat pula digunakan EDTA (Arjatmo Tjokronegoro, 1996)
Jenis apusan darah :
1.
Sediaan darah tipis
Ciri-
ciri apusan sediaan darah tipis yaitu lebih sedikit membutuhkan darah untuk
pemeriksaan dibandingkan dengan sediaan apus darah tebal, morfologinya lebih
jelas. bentuk parasit plasmodium berada dalam eritrosit sehingga didapatkan
bentuk parasit yang utuh dan morfologinya sempurna. Serta lebih mudah untuk
menentukan spesies dan stadium parasit dan perubahan pada eritrosit yang
dihinggapi parasit dapat dilihat jelas.
2.
Sediaan darah tebal
Ciri-
ciri apusan sediaan darah tebal yaitu membutuhkan darah lebih banyak untuk
pemeriksaan dibanding dengan apusan darah tipis, sehingga jumlah parasit yang
ditemukan lebih banyak dalam satu lapang pandang, sehingga pada infeksi ringan
lebih mudah ditemukan. Sediaan ini mempunyai bentuk parasit yang kurang utuh
dan kurang begitu lengkap morfologinya. (Sandjaja, 2007).
Giemsa pewarna Giemsa 10% sebagai pewarna yang umum
digunakan agar sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga
pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari
morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-parasit
darah misalnya dari jenis protozoa. Zat ini tersedia dalam bentuk serbuk atau
larutan yang disimpan di dalam botol yang gelap. ( Kurniawan, 2010).
Zat
warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah Giemsa yang sebelumnya
telah diencerkan dengan aquades. Semakin lama pewarnaan yang dilakukan maka
intensitasnya menjadi semakin tua. Preparat apus yang yang telah selesai dibuat
kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Gambar yang didapat dalam
hasil menunjukan sel-sel butir darah baik eritrosit, leukosit, trombosit,
atau jenis parasit yang lain (
Maskoeri, 2008).
Sediaan
apus darah secara rutin diwarnai dengan campuran zat warna khusus. Pewarnaan
ini disebabkan karena oksidasi methylen blue dan pembentukan senyawa baru dalam
campuran yang dinamakan azure. Setelah pemberiaan campuran jenis Romanosky,
diferensiasi sel-sel dapat dilakukan Berdasarkan 4 sifat pewarnaan yang
menyatakan afinitas struktur sel oleh masing-masing zat warna dari campuran,
yaitu:
1.
Afinitas untuk methylen blue
2.
Afinitas untuk azure dikenal sebagai
azurefilik ( ungu).
3.
Afinitas untuk eosin (suatu zat warna
asam ) dikenal sebagai asidofilik atau eosinofilia.(merah muda kekuningan ).
4.
Afinitas untuk komplek zat warna yang terdapat
dalam campuran, secara tidak tepat dianggap netral, dikenal sebagai neutrofilia
(salmon-pink smplilac ). ( Safar, 2009).
Giemsa adalah zat warna
yang terdiri dari eosin dan metilen azur memberi warna merah muda pada
sitoplasma dan metilen biru memberi warna pada inti leukosit. Ketiga jenis
pewarna ini dilarutkan dengan metil alkohol dan gliserin. Larutan ini dikemas
dalam botol coklat ( 100 –
500
– 1000 cc )
dan dikenal sebagai giemsa stock dengan pH 7
. ( Depkes RI, 1993 ).
Pedoman pemakaian Giemsa
1.
Giemsa stock baru boleh diencerkan
dengan aquadest, air buffer atau air sesaat akan digunakan agar diperoleh efek
pewarnaan yang optimal
2.
Encerkan gimesa sebanyak yang
dibutuhkan, sebab bila berlebihan terpaksa harus dibuwang.
3.
Untuk mengambil stock giemsa dari
botolnya, gunakan pipet khusus agar stock giemsa tidak tercemari.
4.
Methanol dapat menarik air dari udara,
sebab itu stock giemsa harus ditutup rapat dan tidak bboleh sering dibuka .
5.
Tolak ukur sebagai dasar
perhitungan :
a.
1cc = 20 tetes
b.
Seluruh permukaan kaca sediaan dapat
ditutupi cairan sebanyak 1 cc
c.
Berdasarkan tolak ukur ini dapat
dihitung banyaknya giemsa encer yang harus digunakan sesuai dengan kebutuhan
terutama bila melakukan pewarnaan.
6.
Takaran pewarnaan, Untuk melakukan
pewarnaan individu pada stock giemsa 1
tetes dapat ditambah dengan pengencer
sepuluh tetes lama pewarnaan 15 – 20 menit (
giemsa 10 % ) atau stock giemsa 1 tetes ditambah pengencer 1 cc ( 20 tetes )
dengan lama pewarnaan 45 –
60
menit ( giemsa 20 % ) .
7.
Gunakan air pengencer yang mempunyai pH
6.8 – 7.2 ( paling
ideal dengan pH 7.2). ( Depkes RI, 1993 ).
Menguji
mutu giemsa apakah stock giemsa yang akan digunakan masih baik, perlu diadakan
pengujian. Ada 2 cara menguji mutu Giemsa :
1.
Dilakukan pewarnaan sel darah 1- 2 sel darah lalu diperiksa mikroskop. Jika
hasilnya dengan kriteria yang ada, berarti giemsa dan air pengencernya masih
baik. Pengujian seperti ini perlu dilakukan setiap kali akan melakukan
pewarnaan.
2.
Dilakukan tes menggunakan kertas saring
dan metil alcohol
a.
Meletakkan kertas saring di atas gelas supaya bagian tengah kertas
saring tidak tersentuh apapun.
b.
Meneteskan 1 – 2 stock giemsa pada kertas saring, menunggu
sampai meresap dan melebar, kemudian meneteskan 3–5 tetes metil alcohol absolute
dipertengahan bulatan giemsa satu persatu dengan jarak waktu beberapa detik,
sampai garis tengah giemsa menjadi 5 – 7 cm maka akan berbentuk bulatan
biru (metilen blue) di tengah, lingkaran
cincin ungu ( metilen azure ) berada di luarnya, serta lingkaran tipis warna
merah ( eosin ) dipinggir sekali. Jika
warna ungu atau merah tidak terbentuk berarti giemsa sudah rusak dan tidak
boleh dipakai lagi (Depkes RI, 1993).
Pewarnaan sediaan darah
sediaan darah tebal biasanya di hemolisis terlebih dulu sebelum pewarnaan,
sehingga parasit tidak lagi tampak dalam eritrosit. Kelebihan dari sediaan ini
yaitu dapat menemukan parasit lebih cepat karena volume darah yang digunakan
lebih banyak. Jumlah parasit lebih banyak dalam satu lapang pandang, sehingga
pada infeksi ringan lebih mudah ditemukan. Sedangkan kelemahan dari sediaan
darah tebal bentuk parasit yang kurang lengkap morfologinya. (Safar, 2009).
a.
Ciri-ciri sediaan yang baik :
Sediaan yang
dibuat harus bersih yaitu sediaan tanpa endapan zat pewarnaan. Sediaan juga
tidak terlalu tebal, ukuran ketebalan dapat dinilai dengan meletakkan sediaan
darah tebal di atas arloji. Bila jarum arloji masih dapat dilihat samar-samar
menunjukkan ketebalan yang tepat. Selain menggunakan arloji dapat juga dengan
cara meletakkan sediaan darah tebal di atas koran, kalau tulisan di bawah koran
sediaan masih terbaca, berarti tetesan tadi cukup baik. (Sandjaja, 2007).
b.
Hasil sediaan darah tebal yang baik :
Inti sel darah putih biru lembayung
tua, granula biasanya tidak tampak, hanya granula eosinofil. Trombosit berwarna
lembayung muda dan sering berkelompok. Parasit tampak kecil, batas sitoplasma
sering tidak nyata. Titik Maurer dan titik Ziemen (P. malariae) biasanya hilang. Titik Scuffner sering masih
terlihat sebagai zona merah. Bentuk cincin sering tampak sebagai “koma”, “tanda seru”, atau
“burung terbang”.
c.
Faktor yang harus diperhatikan untuk
mencapai pewarnaan yang baik
1. Kualitas
dari stock giemsa yang digunakan standar
mutu
a.
Stock giemsa yang belum tercemar air
b.
Zat warna giemsa masih aktif
2. Kualitas
dari air pengencer giemsa
a.
Air pengencer harus jernih dan tidak berbau
b.
Derajat keasaman pengencer hendaknya berada 6,8 - 7 ,2 perubahan pH pada
larutan giemsa berpengaruh pada sel-sel darah.
3.
Kualitas pembuatan sediaan darah
Dalam
pembuatan sediaan darah tebal yang perlu diperhatikan adalah tebalnya sediaan.
Ketebalan dikatakan memenuhi syarat apabila disetiap lapang pandang terdapat 10
– 20 sel darah
putih.
4.Kebersihan
sediaan darah
Zat warna yang mengendap dipermukaan
pada akhir pewarnaan tertinggal pada sel darah dan akan mengotorinya. Oleh
karna itu pada akhir pewarnaan larutan giemsa harus dibilas dengan air yang
mengalir .
5.
Syarat sediaan Kaca
Kaca
sediaan dipakai untuk menempelkan darah yang sering kali diambil dari tempat
yang jauh, sediaan darah ini kemudian diproses, diperiksa dan kemudiaan
disimpan atau dicuci kembali, maka penting sekali penggunaan kaca sediaan yang
baik dan bermutu. Syarat untuk kaca sediaan yang baik adalah :
ü Bening
atau jernih
ü Permukaan
licin, tidak tergores-gores
ü Bersih
( bebas dari lemak, debu, asam, atau alkalis )
ü Tebal
antara 1,1 dan 1,3 mm
ü Ukurannya
sama ( Depkes RI, 1993)
d.
Prosedur pewarnaan darah tebal :
o
Teteskan darah pada sebuah slide bersih.
o
Tetesan darah dilebarkan sambil dengan
kaca secara berputar, sampai menjadi sediaan darah dengan diameter 1 - 2 cm.
o
Biarkan mengering di udara .
o
Pengecatan sediaan darah tebal :
ü Rendam
apusan darah dalam air untuk melisiskan sel darah merah.
ü Setelah
darah lisis rendam atau genangi dengan giemsa selama 15-20 menit.
ü Biarkan
sampai kering, periksa sediaan darah dibawah mikroskop.
o
Pemeriksaan darah tebal dilakukan dengan
cara :
ü Siapkan
mikroskup yang sudah dibersihkan dengan xylol.
ü Pasang
sediaan dengan perbesaran 100x dengan diberi anisol.
ü Catat
hasil pengamatan.
e.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
pewarnaan giemsa :
o
Perhatikan agar metanol tidak mengenai
sediaan tetes tebal karena akan membuat bagian tersebut terfiksasi dan hasil
pewarnaan tidak sesuai dengan hasil yang diinginkan.
o
Hati-hati pada saat membilas sediaan tetes
tebal karena bagian tersebut tidak difiksasi dan tidak menempel dengan kuat ke
slide kaca.
C. Alat
dan Bahan
1.
Alat
a. Mikroskop
b. Camera
c. Cawan
Petri
d. Pipet
tetes
e. Jarum
f. Objek
glass
2.
Bahan
a.
Darah cicak (Cosymbotus platypus).
b.
Giemsa
c.
Wright
d.
Alkohol
D. Prosedur
Kerja
1.
Disiapkan semua alat dan bahan yang
dibutuhkan dalam praktikum.
2.
Tusuk jari dan diambil sedikit darah.
3.
Tempatkan setetes darah pada kaca objek.
4.
Dengan menggunakan kaca objek kedua, Tarik setetes darah pada permukaan
kaca objek, sehingga menyisakan selapis tipis darah pada kaca objek dengan
kemiringan 45 derajat.
5.
Ditunggu hingga kering, kemidian
ditetesi apusan darah dengan larutan wright dan didiamkan selama lima menit.
6.
Setelam lima menit, tetesi apusa darah
dengan giemsa dan didiamkan selama sepuluh menit.
7.
Preparat apusan darah dicuci dalam air
mengalir dan dikeringkan.
8.
Diamati preparat dengan menggunakan
mikroskop.
9.
Mengamati macam-macam sel darah putih
dan mengidentifikasinya.
10.
Menghitung banyaknyan sel darah putih
yang terlihat di luas bidang pandang,
denagn perlakuan sepuluh bidang pandang sesuai denga nama sel darah putih.
11.
Mendokumentasikan sel darah putih yang
terlihat dibawah mikroskop.
E. Hasil
Pengamatan
Tabel hasil pengamatan
apusan darah cicak (Cosymbotus platypus).
![]() |
![]() |
F. Pembahasan
Setiap mahluk
hidup membutuhkan zat-zat makanan yang diperoleh dari lingkungannya. Setelah
zat makanan dicerna atau dimanfaatkan, sisanya akan dibuang kembali kelingkungan.
Untuk memasukan makanan ke sel-sel tuybuh dan membuang sisanya ke lingkungan,
memerlukan suatu system transfortasi atau sirkulasi. System transfortasi
dibutuhkan pula untuk membawa zat-zat dari suatu organ ke organ lain yang
membutuhkan.
System peredaran darah
pada vetebrata:
ü Pada
ikan; ikan mempunyai system peredaran darah tertutup dan tunggal. Jantung ikan
terdiri dari satu serambi dan bilik. Peredaran darahnya : seluruh tubuh →sinus
venosus→serambi→bilik konus arterious →aorta ventral→ insang →aorta dorsal→
seluruh tubuh.
ü Pada
katak; system peredaran darah katak tertutup dan ganda. Jantung terdiri dari
dua serambi dan satu bilik. Peredaran darahnya: seluruh tubuh →serambi kanan→
bilik→ arteri pulmonalis→ paru-paru→ vena pulmonalis→ serambi kiri→ bilik→
aorta→ seluruh tubuh.
ü Pada
reptil; memiliki system peredaran darah tertutup dan ganda, dengan jantung
terbagi atas 4 ruangan yang belum terpisah secara sempurna. Peredaran darahnya;
seluruh tubuh →sinusvenosus→ serambi kanan→ bilik→ arteri pulmonalis→
paru-paru→ vena pulmonalis→ serambi kiri →bilik kiri→ lengkung aorta→ seluruh
tubuh.
ü Pada
burung; memiliki system peredaran darh tertutup dan ganda, denganjantung
terbagi menjadi empat ruang yang sempurna.
Menghitung jumlah sel darah merah dan sel darah
putih pada reptil yaitu cicak (Cosymbotus
platypus).
Untuk menghitung jumlah sel darah merah dan sel
darah putih di bantu oleh larutan yang bernama Hayem dan Turk, yang
masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda.
ü Larutan
hayem : larutan ini digunakan untuk mengencerkan gumpalan darah pada sel darah
merah. Larutan Hayem dibuat dari campuran senyawa natrium sulfat (berair
kristal)5g, natrium klorida 1g, merkuri klorida 0,5g dan air ditambahkan hingga
volumenya menjadi 200 ml.
ü Larutan
turk : larutan ini digunakan untuk mengencerkan gumpalan darah pada sel darah
putih. Larutan turk dibuat dari campuran1 ml asam asetat gladial dan 1ml
gentian violet 1% b/v dan air suling sampai 100 ml lalu disaring.
ü Jumlah
sel darah merah pada laki-laki dan perempuan setelah kami amati lewat praktikum
kali ini, ternyata jumlah sel darah merah untuk laki-laki jumlahnya masih dalam
kisaran jumlah yang telah ditentukan oleh literatur. Jumlah sel darah merah
yang kami dapatkan yaitu sebanyak 5960000. Jumlah ini sesuai dengan yang telah
ditentukan literatur dimana orang dewasa (laki-laki) memiliki ± 5 juta sel
darah. Sedangkan sel darah merah pada wanita yang kami dapatkan berjumlah
9420000, hal ini tidak sesuai dengan literatur, beberapa literature yang kami
dapatkan sel darah merah pada wanita dewasa berkisar antara 4,5 juta sel darah
merah.(Campbell. 2004. Hal 55).
ü Sedangkan
untuk jumlah sel darah putih yang kami dapatkan dari sel darah putih laki-laki
sebanyak 31320 sedangkan untuk sel darah putih perempuan yang kami dapatkan
sebanyak 24760. Jumlah sel darah putih pada laki-laki dan perempuan ternyata
tidak sesuai dengan literature. Jumlah sel darah putih yang kami jauh lebih
rendah dari literature yang kami dapatkan, leuklosit (sel darah putih) didalam
tubuh manusia ± 5000-9000 mm3 (Suripto. ITB).
ü Kelebihan
sel darah merah dan kekurangan sel darh putih tersebut menjadi sebuah peranyaan
besar bagi kami yang meneliti , kenapa jumlah SDM nya melebihi batas normal dan
SDP nya kurang dari ukuran normal. Kelebihan jumlah SDM dan kekurangan jumlah
SDP tersebut kemungkinan disebabkan oleh factor internal dan factor eksternal,
diantaranya adalah:
1. Internal pada individu (baik
pada individu yang di ambil sampel darahnya maupun individu yang menghitung
jumlah sel darah).
a. Keadaan individu ; kemungkinan
individu tersebut menpunyai peyakit kelebihan tekanan darak/darah
tinggi/hipertensi.
b. Makanan yang dimakan
sehari-hari. Terlalu banyak mengandung kolestrol dan zat-zat besi, yang
medukung terjadinya hipertensi.
Kondisi fisik yang tidak sehat.
2. Eksretnal
a. Kesalahan dan ketidak telitian
dalam menghitung jumlah SDM dan SDP saat mengamati di mikroskop, karena untuk
menghiutunh jumlah SDM dan SDP yang berukuran sangat kecil dan rumit itu sangat
sulit dan perlu kesabaran yang tinggi.
b. Cahaya yang kurang mendukung,
pada praktikum menghitung jumlah SDM dan SDP ini mengggunakan cahaya. Pada saat
praktikum cuacanya sedang mendung atau mau huajn, sedangkan cahaya lampu yang
ada di laboratorium kurang untuk menerangi. Walaupun pada penghitungan SDM/SDP
itu tidak perlu terlalu banyak menggunakan cahaya, karena jika terlalu banyak
akan membuat sel darah tidak erlihat jelas.
c. Kesalahan dalam prosedur kerja,
kesalahan dalam prosedur kerja dapat mempengaruhi, misalnya kesalahan dalam
menambahan larutan, atau terlalu banyak menambahkan larutan terlalu banyak ,
sehingga menyebabkan warna pekat pada sel darah atau terjadi gumpalan yang
mirip darah sehingga gumpalan tersebut terhitung. Jadi menambahkan jumlah
SDM/SDP.
d. Waktu dan kondisi tubuh, waktu
yang digunakan dalam praktikum tentang darah sangat kurang, karena pada
praktikum darah ini yang dikerjakan bukan hanya menghitung jumlah SDM/SDP saja,
tetapi ada 6 praktikum lainya yang berhubungan dengan darah yang harus dikerjakan
pada waktu yang sama. Selain itu kondisi tubuh yang sudah terlalu lelah, capek,
dan lapar juga dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi dan semangat kerja dan
praktikum.
e. Lingkungan, kondisi luingkungan
didalam laboraorium yang kurang mendukung, karena kurangnya alt-alat.
Seharusnya setiap kelompok atau bahkan setiap individu memegang 1 alat untuk
setiap praktikum. Tapi dalam praktikum menghitung jumlah SDM/SDP ini setiap 1
alat di kerjakan oleh beberapa kelompok. Dan kondisi dari temen-temen yang lebih
banyak bercanda, main-main, foto-foto, ngobrol aja dan lain sebagainya,
sedangkan yang benar-benar ingin tahu atau bersunggguh-sungguh dalam praktikum
hanya beberapa orang saja.
Dari
beberapa sumber mengatakan bahwa , eritrosit pada mamamalia berbeda pada
vetebrata rendah, pada mamalia eritrosit berbentuk bulat bikonkaf, dan tidak
berinti, (Tuti Kurniati, dkk. 2009. Hal 163) sebuah eritrosit manusia berbentuk
cakram bikonkaf, bagian tengahnya lebih tipis disbanding bagian tepinya.
Eritrosit manusia tidak mengandung nucleus (inti) dan berfigmen merah karean
mengandung hemoglobin (Hb). (Campbell Reece Mitchael. 2004, hal 54).
Sedangkan
darah katak, sel darah merah atau eritrosit, berbentuk elips, pipih dan
mengandung nucleus. Eritrosit mengandung figmen merah atu kuning disebut
hemoglobin yang berfungsi membawa oksigen keseluruh tubuh.. Tuti Kurniati, dkk.
2009. Hal. 85).
Begitupula
pada sel darah katak memiliki kesamaan diantaranya adalah bentuk sel darah
hasil praktiikum dengan literature sama yaitu berbentuk oval dan berwarna
orange. Tetapi yang berbeda adalah ada tidaknya nucleus. Dari literature
mengatakan bahwa sel darah katak memiliki inti sedangkan pada hasil praktikum
tidak terdapat inti. Penyebab perbedaan hal tersebut kemungkinan tidak berbeda
jauh sel darah manusia, yaitu alat yang digunakan untuk melihat atau
mengamatinya yaitu mikroskop electron yang dengan segala kecanggihanya dapat
melihat benda yang sangat kecil sekali. Sedangkan pada praktikum menggunakan
mikroskop cahaya.
G. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan dan pembahasan tentang apusan darah pada cicak
(Cosymbotus platypus)dapat disimpulkan sebagai berikut:
Apusan darah merupakan salah satu
cara mengamati materi-materi yang ada dalam darah baik materi padat materi
cairnya. Materi padat terdiri dari sel darah merah sel darah putih,
keeping-keping darah. Setelah diamati menggunakan mikroskop tampak butiran-butiran
dari eritrosit.
Saat pewarnaan preparat menggunakan
larutan Giemsa harus ditunggu sampai kering terlebih dahulu baru dicuci dengan
air mengalir sebab apabila belum kering tetapi sudah dicuci maka ketika diamati
menggunakan mikroskop maka darah akan terlihat menggumpal. Eritrosit yang
diamati berbentuk butiran-butiran kecil berwarna merah dalam jumlah yang banyak
dan pada bagian tengahnya seperti terdapat lekukan.
Neutrofil adalah adalah bagian sel
darah putih dari kelompok granulosit. Bersama dengan dua sel granulosit lain:
eosinofil dan basofil yang mempunyai granula pada sitoplasma, disebut juga
polymorphonuclear karena bentuk inti sel mereka yang aneh. Granula neutrofil
berwarna merah kebiruan dengan 3 inti sel.
Eosinofil merupakan sel darah putih
bergranulasit yang berfungsi untuk kekebalan tubuh. Limfosit adalah sejenis sel
darah putih pada sistem kekebalan makhluk vertebrata. Ada dua kategori besar
limfosit, limfosit berbutiran besar (large granular lymphocytes) dan limfosit
kecil. Limfosit memiliki peranan penting dan terpadu dalam sistem pertahanan
tubuh.
Pada praktikum apusan darah yang
tampak bagian eritrosit (sel darah merah) dan leukosit . Sel darah merah
merupakan salah satu komponen darah yang berbentuk padat, ukuran partikelnya
sangat kecil. Mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat oksigen.
Eritrosit tampak berdiri sendiri dan berada dalam sebuh cairan yang disebut
dengan plasma darah yaitu cairan tempat seluruh sel-sel darah. Untuk sel darah
putih diantaranya limfosit, neutrofil dan juga eosinophil. Dengan praktikum
apusan darah dapat mengetahui bentuk-bentuk darah. Diantara materi-materi padat
darah terdapat cairan yang disebut dengan plasma darah.
DAFTAR
PUSTAKA
Darmadi Goenarso, dkk. 2005.
Fisiologi Hewan. UT. Jakarta.
Campbell, Reece Mitchael. 2004.
Biologi, jilid 3. Erlangga. Jakarta.
Frandson, 1992. Anatomi
dan fisiologi hewan. gadjah mada university press.yogyakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/darah
diakses di Samarinda 17 Desember 2015
Kadaryanto, S.Pd. dkk, 2007. Biologi 3 Megungkap rahasia alam kehidupan. Yudhistira. Jakarta.
Kelley, R., 1995. Histologi dasar . EGC. Jakarta.
Pearce, E.,2004. Anatomi dan fisiologihewans. Gramedia
pustaka utama.jakarta
Suripto.
Struktur Hewan. ITB.bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar