Kamis, 28 Desember 2017

KONSEP-KONSEP DASAR FERTILISASI



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Perkawinan selain untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia, juga merupakan cerminan dari adanya ketergantungan individu terhadap individu lain dan adanya naluri untuk meneruskan keturunan (Andriaanty, 2013).
Organisme berusaha untuk mempunyai keturunan dengan melakukan reproduksi sehingga kelangsungan hidup jenis organisme dapat dipertahankan (KawaguchiI, 2012).
Masalah reproduksi biasanya sering sekali terdengar dan dibahas oleh masyarakat, dalam dunia pendidikan tingkat SD, SlTP, SLTA, ataupun di Perguruan Tinggi FKIP dan MIPA Biologi, dunia kesehatan, bidang kedokteran juga membahas reproduksi (Christy, 2011).
Sistem reproduksi tidak bertujuan untuk survival individu, tetapi diperlukan untuk survival species dan berdampak pada kehidupan seseorang. Hanya melalui sistem reproduksi, blueprint genetik kompleks setiap spesies dapat bertahan di dunia ini. Meskipun sistem reproduksi tidak berkontribusi pada homeostasis dan tidak penting untuk bertahan hidup seseorang seperti halnya sistem kardiovaskuler, tetapi ia berperan penting dalam kehidupan seseorang.
Kemampuan reproduksi tergantung pada hubungan antara hypothalamus, hipofisis bagian anterior, organ reproduksi, dan sel target hormon. Sistem reproduksi meliputi kelenjar (gonad) dan saluran reproduksi. Organ reproduksi primer atau gonad terdiri dari sepasang testes pada pria dan sepasang ovarium pada wanita. Gonad yang matur berfungsi menghasilkan gamet (gametogenesis) dan menghasilkan hormon seks, khususnya testosteron pada pria dan estrogen & progesteron pada wanita. Setelah gamet diproduksi oleh gonad, ia akan melalui saluran reproduksi (sistem duktus).
Gametogenesis merupakan proses yang terjadi dengan cara meiosis, yaitu pembelahan sel yang menghasilkan setengah set informasi genetik (haploid) yang selanjutnya setelah fertilisasi akan terbentuk individu baru dengan 46 kromosom (diploid). Selama fertilisasi terjadi kombinasi genetik sehingga individu yang terbentuk tidaklah sama (Website Staff UI dalam Modul reproduksi).
Menurut Sadler (1994) dalam Repository USU fertilisasi adalah proses penyatuan gamet pria dan wanita, yang terjadi di daerah ampulla tuba fallopi. Spermatozoa bergerak dengan cepat dari vagina ke rahim dan selanjutnya masuk kedalam saluran telur.
Mengingat fertilisasi merupakan peristiwa yang mengawali pristiwa terjadinya reproduksi yang bertujuan mempertahankan keturunan, maka penulis tertarik untuk menulis makalah Embriologi dengan judul “Konsep-Konsep Fertilisasi”
B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimanan  proses terjadi ovulasi?
2.      Apa saja syarat-syarat, jenis-jenis dan tahapan fertilisasi pada manusia?
3.      Bagaimana proses penyibakan (claveage)?
4.      Bagaimana proses implantasi?
5.      Bagaimana penentukan jenis kelamin?
C.      Tujuan
1.      Dapat mengetahui  proses terjadi ovulasi
2.      Dapat mengtahui dan memahami syarat-syarat, jenis-jenis dan tahapan fertilisasi pada manusia
3.      Dapat menjelaskan proses penyibakan (claveage)
4.      Dapat menjelaskan proses implantasi
5.      Dapat mengetahui cara penentukan jenis kelamin
D.      Manfaat
1.      Mengetahui, memahami dan mampu menjelaskan konsep-konsep fertilisasi, yaitu proses ovulasi, proses fertilisasi, proses penyibakan, proses implantasi dan penentuan jenis kelamin
2.      Menambah wawasan pengetahuan mengenai reproduksi manusia khususnya konsep-konsep fertilasasi.





BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP-KONSEP DASAR FERTILISASI
A.      Proses terjadinya Ovulasi
Saat ovulasi kadang-kadang menetukan masa subur (masa fertil) dari seorang wanita, karena  kehamilan hanya mungkin kalau coitus terjadi sekitar saat ovulasi.
Ovulasi terjadi ±14 hari sebelum haid yang  akan datang. kita menentukaan saat ovulasi itu bukan pada saat haid yang telah lalu tapi dari haid yang akan datang karena ternyata bahwa dri siklus itu stadium sekresi yang tetap karena corpus luteum mempunyai umur yang tertentu ± 8 hari.
Sebaliknya stadium proliferasi berbeda panjangnya, maka pada wanita dengan siklus 28 hari ovulasi terjadi pada hari ke-14 dari siklus sedangkan pada wanita dengan siklus 35 hari ovulasi terjadi hari ke-21 dari siklus (Sastrawinata, 1983).
Menurut Betharia, Ovulasi terdiri atas tiga fase yaitu
1.        Fase pra ovulasi
Oosit dalam oogonium berada di dalam suatu folikel telur. Folikel juga mengalami perubahan seiring dengan perubahan oosit primer menjadi oosit sekunder hingga terjadi ovulasi. Sebelumnya, Hipotalamus mengeluarkan hormon gonadotropin yang merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH. Adanya FSH merangsang pembentukan folikel primer di dalam ovarium yang mengelilingi satu oosit primer. Folikel primer dan oosit primer akan tumbuh sampai hari ke-14 hingga folikel menjadi matang atau disebut folikel de Graaf dengan ovum di dalamnya. Selama pertumbuhannya, folikel juga melepaskan hormon estrogen. Adanya estrogen menyebabkan pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel penyusun dinding dalam uterus dan endometrium. Karena itulah fase pra-ovulasi juga di sebut sebagai fase poliferasi.
2.        Fase ovulasi
Ovulasi pada wanita terjadi pada hari ke 14 dari siklus normal seksual 28 hari. Sesaat sebelum ovulasi, dinding luar folikel yang menonjol akan membengkak dengan cepat dan daerah kecil pada bagian tengah kapsul yang disebut stigma akan menonjol seperti puting. Dalam waktu 30 menit kemudian, cairan mulai mengalir dari folikel melalui stigma. Sekitar 2 menit kemudian folikel menjadi lebih kecil karena kehilangan cairannya, stigma akan robek cukup besar dan cairan yang lebih kental yang terdapat di bagian tengah folikel mengalami evaginasi. Cairan kental ini membawa ovum bersamanya yang dikelilingi oleh beratus-ratus sel granulosa kecil yang disebut korona radiata atau sel kumulus (Anwar, 2005).
Pada saat mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 terjadi perubahan produksi hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan reaksi umpan balik negatif atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih lanjut dari hipofisis. Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan hipofisis melepaskan LH. Dan LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf. Pada saat inilah disebut ovulasi dan umumnya ovulasi terjadi pada hari ke-14 (Bertharia).
3.        Fase pra-ovulasi
Masuknya ovum ke dalam tuba fallopi (oviduct). bila terjadi ovulasi, ovum bersama dengan beratus-ratus atau lebih sel-sel granulosa yang melekat padanya, yang mengandung korona radiatea, dikeluarkan langsung kedalam rongga peritoneum dan selanjutnya harus masuk ke dalam salah satu  tuba fallopi untuk mencapai kavum uteri. Ujung fimbria dari masing-masing tuba fallopi secara alami jatuh di sekitar ovarium. Permukaan dalam tentakel fimbria dibatasi oleh epitel bersilia, dan silia ini yang diaktivasi oleh esterogen, secara terus menerus bergerak ke arah pembukaan, osteum tuba fallopi. Kita dengan jelas dapat dilihat arus cairan yang lambat mengalir ke arah ostium. Dengan cara ini ovum memasuki salah satu tuba fallopi.
Tampaknya akan banyak ovum gagal masuk ke dalam tuba fallopi. Akan tetapi, berdasarkan pada penelitian konsepsi, mungkin sekali bahwa 98 persen ovum berhasil memasuki tuba. Ternyata, ada catatan kasus dimana wanita yang satu ovariumnya diangkat dan tuba fallopi sisi yang berlawanan juga diangkat, dapat memiliki banyak anak dengan konsepsi yang relatif mudah, sehingga menggambarkan bahwa ovum bahkan dapat mencapai tuba fallopi sisi yang berlawanan (Guyton dan Hall, 1997).
Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit sekunder karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan berubah menjadi korpus luteum. Korpus luteum tetap memproduksi estrogen (namun tidak sebanyak folikel de Graaf memproduksi estrogen) dan hormon lainnya, yaitu progesteron. Progesteron mendukung kerja estrogen dengan menebalkan dinding dalam uterus atau endometrium dan menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah pada endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina dan pertumbuhan kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga estrogen) tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada uterus bila terjadi pembuahan atau kehamilan.
Proses pasca-ovulasi ini berlangsung dari hari ke-15 sampai hari ke-28. Namun, bila sekitar hari ke-26 tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus albikan. Korpus albikan memiliki kemampuan produksi estrogen dan progesteron yang rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan progesteron akan menurun. Pada kondisi ini, hipofisis menjadi aktif untuk melepaskan FSH dan selanjutnya LH, sehingga fase pasca-ovulasi akan tersambung kembali dengan fase menstruasi berikutnya (Bertharia).
Gambar 2.1 Proses ovulasi
sumber: Bertharia
B.       Syarat-Syarat, Jenis-Jenis dan Proses terjadinya Fertilisasi
Gambar 2.2 fertilisasi pada babi
Sumber: Anonim, 2013
Pembuahan atau fertilisasi (singami) menurut Bertharia adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami).
Fungsi utama fertilisasi adalah mengombinasikan perangkat-perangkat haploid kromosom dari dua individu menjadi satu sel diploid tunggal, zigot. (Campbeel, 2008)
1.        Jenis-Jenis Fertilisasi
Proses fertilisasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.       Fertilisasi internal
fertilisasi internal adalah proses pembuahan ovum oleh sperma terjadi di dalam tubuh organisme betinanya, sehingga lebih aman dari gangguan faktor luar, tersimpan di dalam rahim organisme betinanya. Hanya saja perkembangan ovum yang telah dibuahinya dapat bermacam-macam, misalnya ada yang mengalami ovovipar (telur menetas menjadi bayi di luar tubuh betinanya, seperti terjadi pada golongan serangga dan burung), ovovivipar (telur menetas menjadi bayi sewaktu akan ke luar dari tubuh betinanya, seperti terjadi pada golongan kadal), dan vivipar (melahirkan bayi atau anak, seperti terjadi pada golongan hewan menyusui).
Fertilisasi internal memastikan ketersediaan lingkungan yang lembab, tempat sperma dapat bergerak menuju ke sel telur. Sekresi-sekresi pada pada saluran reproduksi betina bertangging jawab terhadap penigkatan mortilitas sperma.
b.      Fertilisasi eksternal
Dalam fusi fertilisasi eksternal sperma dan sel telur terjadi secara eksternal dari tubuh wanita. Fertilisasi eksternal membutuhkan air untuk memfasilitasi pembuahan mereka, sehingga terjadi dalam lingkungan basah. Gamet jantan dan betina yang dilepaskan ke dalam air, dan gamet jantan sebagian besar dapat bergerak. Jenis fertilisasi dapat dilihat pada tanaman tingkat rendah. Keuntungan dari fertilisasi eksternal adalah bahwa ia menghasilkan sejumlah besar keturunan karena bahaya eksternal. Jadi kelangsungan hidup embrio relatif rendah. Amfibi dan ikan adalah contoh untuk jenis hewan.

2.        Syarat-Syarat Terjadinya Fertilisasi
Menurut Arif (2015), peristiwa fertilisasi dapat terjadi apabila memenuhi syatat-syarat yaitu:
a.       Kematangan ovum
Fertilisasi dapat terjadi apabila ovum telah matang, telah mengalami proses oogenesis dan telah terjadi ovulasi.
b.      Harus mengalami kapasitasi khusus pada spermatozoa di dalam saluran reproduksi wanita.
 Fertilisasi adalah proses penyatuan gamet pria dan wanita, yang terjadi di daerah ampulla tuba fallopii.Spermatozoa bergerak dengan cepat dari vagina ke rahim dan selanjutnya masuk kedalam saluran telur.Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otot-otot uterus dan tuba. Sebelum spermatozoa dapat membuahi oosit, mereka harus mengalami proses kapasitasi dan reaksi akrosom
Kapasitasi Spermatozoa merupakan tahapan awal sebelum fertilisasi. Sperma yang dikeluarkan dalam tubuh (fresh ejaculate) belum dapat dikatakan fertil atau dapat membuahi ovum apabila belum terjadi proses kapasitasi. Proses ini ditandai pula dengan adanya perubahan protein pada seminal plasma, reorganisasi lipid dan protein membran plasma, Influx Ca, AMP meningkat, dan pH intrasel menurun (Widhi, 2012).
Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam saluran reproduksi wanita, yang pada manusia berlangsung kira-kira 7 jam. Selama waktu ini, suatu selubung dari glikoprotein dari protein-protein plasma segmen dibuang dari selaput plasma, yang membungkus daerah akrosom spermatozoa. Hanya sperma yang menjalani kapasitasi yang dapat melewati sel korona dan mengalami reaksi akrosom (Sadler, 2012).
Gambar 2.3 Kapasitasi Spermatozoa menggunakan CTC
Sumber: Anonim, 2013
3.        Tahapan Fertilisasi
Fertilisasi umumnya terjadi segera setelah oosit sekunder memasuki oviduk. Namun, pada fertilisasi mencakup 5 tahap:
a.    Penembusan korona radiata.
Waktu ovulasi sel telur masih diliputi oleh corona radiata . namun spermatozoa mempunyai enzyme hyaluronidase yang dapat melarutkan senyawa hialuronid pada corona radiata tersebut hingga salah satu spermatozoon dapat menembus dinding sel telur
Dari 200-300 juta spermatozoa yang dicurahkan ke dalam saluran kelamin wanita, hanya 300-500 yang mencapai tempat pembuahan. Hanya satu diantaranya yang diperlukan untuk pembuahan, dan diduga bahwa sperma-sperma lainnya membantu sperma yang akan membuahi untuk menembus sawar-sawar yang melindungi gamet wanita. Sperma yang mengalami kapasitasi dengan bebas menembus sel korona (Bertharia).
Gambar 2.3 penetrasi sperma pada ovum
Sumber: Anonim, 2013
b.    Perlekatan spermatozoa dengan zona pelucida
Zona pelucida merupakan zona terluar dalam ovum. Salah satu komponen zona pelusida berfungsi sebagai reseptor sperma. Syarat agar sperma dapat menempel pada zona pelucida adalah jumlah kromosom harus sama, baik sperma maupun ovum, karena hal ini menunjukkan salah satu ciri apabila keduanya adalah individu yang sejenis. Perlekatan sperma dan ovum dipengaruhi adanya reseptor pada sperma yaitu berupa protein. Sementara itu suatu glikoprotein pada zona pelucida berfungsi seperti reseptor sperma yaitu menstimulasi fusi membran plasma dengan membran akrosom (kepala anterior sperma) luar. Sehingga terjadi interaksi antara reseptor dan ligand. Hal ini terjadi pada spesies yang spesifik.  Pengikatan sperma ke reseptor ini menginduksi terjadinya reaksi akrosom (Campbeel, 2008 dan Widhi, 2012).
c.     Reaksi akrosom
Reaksi akrosom terjadi setelah penempelan ke zona pelusida dan diinduksi oleh protein-protein zona. Reaksi ini berpuncak pada pelepasan enzim-enzim yang diperlukan untuk menembus zona pelusida, antara lain akrosin dan zat-zat serupa tripsin
Reaksi tersebut terjadi sebelum sperma masuk ke dalam ovum. Reaksi akrosom terjadi pada pangkal akrosom, karena pada lisosom anterior kepala sperma terdapat enzim digesti yang berfungsi penetrasi zona pelucida. Mekanismenya adalah reseptor pada sperma akan membuat lisosom dan inti keluar sehingga akan merusak zona pelucida. Reaksi tersebut menjadikan akrosom sperma hilang sehingga fusi sperma dan zona pelucida sukses (Widhi, 2012).
Gambar 2.4 Tahapan hilangnya ion Kalsium Pada proses reaksi akrosom
Sumber: Anonim, 2013
Gambar 2.5 Gambaran kerusakan membran spermatozoa
Sumber: Anonim, 2013
d.    Penembusan zona pelusida
Zona pelusida adalah sebuah perisai glikoprotein di sekeliling telur yang mempermudah dan mempertahankan pengikatan sperma dan menginduksi reaksi akrosom. Pelepasan enzim-enzim akrosom memungkinkan sperma menembus zona pelusida, sehingga akan bertemu dengan membrane plasma oosit. Permeabilitas zona pelusida berubah ketika kepala sperma menyentuh permukaan oosit. Hal ini mengakibatkan pembebasan enzim-enzim lisosom dari granul-granul korteks yang melapisi membrane plasma oosit. Pada gilirannya, enzim-enzim ini menyebabkan perubahan sifat zona pelusida (reaksi zona) untuk menghambat penetrasi sperma dan membuat tak aktif tempat tempat reseptor bagi spermatozoa pada permukaan zona yang spesifik spesies. Spermatozoa lain ternyata bisa menempel di zona pelusida tetapi hanya satu yang menembus oosit (Bertharia).
Penetrasi zona pelusida memungkinkan terjadinya kontak antara spermatozoa dan membran oosit. membran sel germinal segera berfusi dan sel sperma berhenti bergerak. inti sel sperma kemudian memasuki sitoplasma se telur.
            Tiga peristiwa penting terjadi dalam oosit akibat peningkatan kadar kalsium intraseluler yang terjadi pada oosit saat terjadi fusi antara membran sperma dan sel telur. membran sel telur berdepolarisasi, sehingga mencegah fusi membran dengan spermatozoa lainnya. hal ini disebut sebagai blok primer terhadap polispermia. blok ini memastikan bahwa hanya satu pronukleus pria yang dapat berfusi dengan pronukleus wanita dan menjaga keadaan diploid pada zigot. peristiwa yang kedua dikenal sebagai reaksi kortikal. granula-granula kortikal berada sedikit dibawah membran sel telur, dan bersama dengan reaksi kortikal ini mreka berfusi dengan membran dan melepaskan isinya kedalam zona pelusida. reaksi ini akan membuat zona menjadi keras dan mengganggu kemampuan sperma lain untuk berikatan dengan zona -  blok sekunder terhadap polispermia. peristiwa yang ketiga meliputi dimulainya lagi pembelahan meiosis kedua dari sel telur. badan polar kedua terbentuk dan dikeluarkan dari sel telur sehingga memastikan bahwa pronukleus wanita bersifat haploid (Schust, 2006).
e.     Fusi oosit dan membran sel sperma.
Segera setelah spermatozoa menyentuh membrane sel oosit, kedua selaput plasma sel tersebut menyatu. Karena selaput plasma yang menbungkus kepala akrosom telah hilang pada saat reaksi akrosom, penyatuan yang sebenarnya terjadi adalah antara selaput oosit dan selaput yang meliputi bagian belakang kepala sperma. Pada manusia, baik kepala dan ekor spermatozoa memasuki sitoplasma oosit, tetapi selaput plasma tertingal di permukaan oosit.
Sperma dapat menembus oosit sekunder karena baik sperma maupun oosit sekunder saling mengeluarkan enzim dan atau senyawa tertentu, sehingga terjadi aktivitas yang saling mendukung. Pada sperma, bagian kromosom mengeluarkan:
Hialuronidase
Enzim yang dapat melarutkan senyawa hialuronid pada korona radiata.
Akrosin
Protease yang dapat menghancurkan glikoprotein pada zona pelusida.
Antifertilizin
Antigen terhadap oosit sekunder sehingga sperma dapat melekat pada oosit sekunder. Oosit sekunder juga mengeluarkan senyawa tertentu, yaitu fertilizin yang tersusun dari glikoprotein dengan fungsi :
1)      Mengaktifkan sperma agar bergerak lebih cepat.
2)      Menarik sperma secara kemotaksis positif.
3)      Mengumpulkan sperma di sekeliling oosit sekunder.
Setelah spermatozoa memasuki oosit, sel telur menanggapinya dengan 3 cara yang berbeda :
1)   Reaksi kortikal dan zona : sebagai akibat terlepasnya butir-butir kortikal oosit.
a)      selaput oosit tidak dapat ditembus lagi oleh spermatozoa lain
b)      zona pelusida mengubah struktur dan komposisinya untuk mencegah penambatan dan penetrasi sperma dengan cara ini terjadinya polispermi dapat dicegah.
2)   Melanjutkan pembelahan meiosis kedua. Oosit menyelesaikan pembelahan meiosis keduanya segera setelah spermatozoa masuk. Salah satu dari sel anaknya hamper tidak mendapatkan sitoplasma dan dikenal sebagai badan kutub kedua, sel anak lainnya adalah oosit definitive. Kromosomnya (22+X) tersusun di dalam sebuah inti vesikuler yang dikenal sebagai pronukleus wanita.
3)   Penggiatan metabolic sel telur. Faktor penggiat diperkirakan dibawa oleh spermatozoa. Penggiatan setelah penyatuan diperkirakan untuk mengulangi kembali peristiwa permulaan seluler dan molekuler yang berhubungan dengan awal embriogenesis.
Sementara itu, spermatozoa bergerak maju terus hingga dekat sekali dengan pronukleus wanita. Intinya membengkak dan membentuk pronukleus pria sedangkan ekornya terlepas dan berdegenerasi. Secara morfologis, pronukleus wanita dan pria tidak dapat dibedakan dan sesudah itu mereka saling rapat erat dan kehilangan selaput inti mereka. Salama masa pertumbuhan, baik pronukleus wanita maupun pria (keduanya haploid) harus menggandakan DNA-nya. Jika tidak, masing-masing sel dalam zigot tahap 2 sel tersebut akan mempunyai DNA separuh dari jumlah DNA normal. Segera sesudah sintesis DNA, kromosom tersusun dalam gelendong untuk mempersiapkan pembelahan mitosis yang normal. 23 kromosom ibu dan 23 kromosom ayah membelah memanjang pada sentromer, dan kromatid-kromatid yang berpasangan tersebut saling bergerak ke arah kutub yang berlawanan, sehingga menyiapkan sel zigot yang masing-masing mempunyai jumlah kromosom dan DNA yang normal. Sementara kromatid-kromatid berpasangan bergerak kearah kutub yang berlawanan, muncullah satu alur yang dalam pada permukaan sel, berangsur-angsur membagi sitoplasma menjadi 2 bagian (Sadler, 2012).
Gambar 2.6 Proses fertilisasi
Sumber: Anonim, 2013
Gambar 2.7 proses fertilisasi hingga terbentuk zigot
sumber: Anonim, 2013
Hasil utama pembuahan adalah sebagai berikut:
1.      Pemulihan jumlah diploid kromosom, separuh dari ayah dan separuh dai ibu. Karena zigot mengandung kombinasi yang berbeda dari kedua orang tuanya
2.      Penentuan jenis kelamin individu baru. Sperma pembawa kromosom X mengahsilkan mudigah wanita (XX) dan sperma pembawa kromosom Y menghasilkan mudiga Pria (XY). Karen aitu jenis kelamin kromosomal mudigah ditentukan oelh pembuahan
3.      inisiasi pembelahan. tanpa pembuahan oosit biasanya berdegerasi 24 jam setelah ovulasi.

C.      Penyibakan (cleavage)
Setelah fertilisasi selesai, serangkaian pembelahan sel berlangsung cepat pada bererbagai spesies. Periode ini disebut penyibakan (clevage). Selama periode ini sel-sel melaksanakan fase S (sintesis DNA) dan fase M (mitosis) siklus sel. Akan tetapi, sel-sel itu sering kali melewatkan fase G1 dan G2 (gap), dan hanya ada sedikit sintesis protein atau bahkan tidak sama sekali. Akibatnya embrio tidak membesar secara signifikan selama periode perkembangan ini, Dalam beberapa jam pasca fertilisasi, penyatuan nuklei akan membentuk dua buah sel dan selanjutnya dalam waktu 3 – 4 hari sudah terbentuk sebuah masa solid yang disebut morula. Morula dengan cepat berjalan didalam Tuba Falopii menuju rongga uteru. Selama perjalanannya, melalui kanalikuli zona pellucida masuk sejumlah cairan membentuk rongga cairan dalam morula sehinga terbentuk blastosis. Penyibakan hanya membagi-bagi sitoplasma dari satu sel yang berukuran besar, zigot., menjadi sel-sel kecil yang disebut blastomer (blastomere), masing-masing dengan nukleusnya sendiri (Campbell, 2008).
Kira-kira setelah 3 hari setelah pembuahan, sel-sel embrio yang termampatkan termampatkan, blastomer, membelah lagi membentuk morula. Morula adalah kumpulan dari 16-30 sel blastomer. Karena sel-sel ini muncul dari pembelahan (cleavage), dari zigot dan semua terdapat pada zona pelusida yang tidak membesar, jadi pertumbuhan tidak banyak terlihat (Anonim, 2011).
Pada hari ke-4 setelah inseminasi, sel terluar dari morula yang masih diselubungi dengan zona pelucida mulai berkumpul membentuk suatu pemadatan. Sebuah rongga terbentuk pada di interior blastokista dan Kira-kira pada waktu morula memasuki rongga rahim, cairan mulai menembus zona pelusida masuk ke dalam ruang antar sel yang ada di massa sel dalam (inner cell mass). Sel-sel embrio berkembang dari inner cell mass yang sekarang disebut embrioblastt. Sedangkan sel-sel di massa sel luar atau trofoblast, menipis dan membentuk dinding epitel untuk blastokista. Zona pelusida kini sekarang sudah menghilang, sehingga implantasi bisa dimulai
Lima sampai tujuh pembelahan pertama menghasilkan gugusan-gugusan sel, yang di dalamnya sebuah rongga terisi cairan yang disebut blastosol (blastocoel). mulai terbentuk. Blastosol terbentuk secara penuh di dalam blastula (jamak; blastulae), yang merupakan bola sel-sel berongga. Selama penyibakan, wilayah-wilayah sitoplasma yang berbeda, yang terdapat dalam sel telur awal yang belum terbagi-bagi, berakhir dalam blastomer-blastomer yang terpisah. Karena wilayah-wilayah tersebut bisa mengandung determinan-determinan sitoplasmik yang berbeda., misalnya mRNA dan protein spesifik, pada banyak spesies pembagian ini menyiapkan tahap untuk peristiwa-peristiwa perkembangan selanjutnya (Campbeel, 2008 dan Anonim, 2011)
D.      Implantasi
Menurut Bertharia, dalam beberapa jam pasca fertilisasi, penyatuan nukleus akan membentuk dua buah sel dan selanjutnya dalam waktu 3 – 4 hari sudah terbentuk sebuah masa solid yang disebut morula. Morula dengan cepat berjalan didalam Tuba Falopii menuju rongga uteru. Selama perjalanannya, melalui kanalikuli zona pellucida masuk sejumlah cairan membentuk rongga cairan dalam morula sehinga terbentuk blastosis.
Implantasi adalah suatu proses melekatnya blastosis ke endometrium uterus diawali dengan menempelnya embrio pada permukaan epitel endometrium, menembus lapisan epitelium selanjutnya membuat hubungan dengan sistem sirukulasi ibu. implantasi pada manusia terjadi 2-3 hari setelah telur yang telah dibuahi memasuki uterus atau 6-7 hari setelah terjadinya fertilasi dimana ditandai dengan menempelnya blastosis pada epitel uterus
Dalam sistem reproduksi manusia, implantasi merupakan proses yang harus dilalui, dan keberhasilan proses ini membutuhkan kesiapan, koodinasi dan interaksi yang terus-menerus antara embrio dan ibu. Endometrium banyak mengandung selama darah kaya akan gilikogen. sel-sel stroma terutama disekitar pembuluh darah mengalami hipertrofi keadaan ini sangat baik untuk implantasi dan pertumbuhan dari hasil konsepsi Implantasi didahului dengan bertambahnya permiabilitas kapiler stroma uterus pada tempat blastosis akan menempel, ini menumbulkan hypotesa bahwa isyarat dari embrio mungkin merupakan faktor pencetus yang penting. Pengetahuan dasar tentang implantasi pada manusia masih banyak yang belum diketahui dengan jelas, ada beberapa informasi berdasarkan pada percobaan binatang dengan spesies yang lebih rendah. Penelitian mengenai hal tersebut telah banyak dilakukan namun belum dapat menjelaskan secara menyeluruh mengenai proses implantasi tersebut. Pada endometrium manusia semua komponen sistem interleukin dapat dideteksi dengan pemeriksaan secara immunohistokimia baik pada embrio praimplantasi maupun pada endometrium di semua fase siklus menstruasi, dimana konsentrasinya menigkat pada fase luteal pada saat sekitar impantasia. IL-1 β dan interleukin-1 reseptor tipe I (IL-IRtl) secara signifikan meningkat pada fase luteal. Hal inilah yang mendorong para sarjana untuk melakukan penelitian untuk mengungkap lebih jauh tentang fungsi. sistem IL-1 pada proses implantasi. Tingginya kosentrasi ini dihubungkan dengan keberhasilan proses implantasi embrio. Saat ini telah banyak penelitian yang membuktikan peran IL-1 β pada proses implantasi melalui beberapa mekanisme antara lain aktivasi dari molekul adhesi, aktivasi Cyclooxygenase-2 (COX-2), induksi matrix metalloproteinase (MMP), induksi urokinasi plasminogen aktivator (u-PA).(3) Dalam refrat ini kami akan membahas tentang penanan IL-1 βsebagai salah satu faktor yang ikut berperan dalam proses terjadinya implantasi.
Gambar 2.8 Implantasi
Sumber: Anonim, 2013
E.       Penentuan Jenis Kelamin
Pembentukan jenis kelamin anak hasil fertilisasi tergantung ada atau tidak adanya determinan maskulin selama periode kritis perkembangan embrio. Perbedaan terbentuknya anak dengan jenis kelamin pria atau wanita dapat terjadi setelah melalui 3 tahap, yaitu tahap genetik, gonad, dan fenotip (anatomi) seks. Tahap genetik tergantung kombinasi genetik pada tahap konsepsi. Jika sperma yang membawa kromosom Y bertemu dengan oosit, terbentuklah anak laki-laki, sedangkan jika sperma yang membawa kromosom X yang bertemu dengan oosit, maka yang terbentuk anak perempuan. Selanjutnya tahap gonad, yaitu perkembangan testes atau ovarium. Selama bulan pertama gestasi, semua embrio berpotensi untuk menjadi pria atau wanita, karena perkembangan jaringan reproduksi keduanya identik dan tidak berbeda. Penampakan khusus gonad terlihat selama usia 7 minggu di dalam uterus, ketika jaringan gonad pria membentuk testes di bawah pengaruh sex-determining region kromosom Y (SRY), sebuah gen yang bertanggung jawab pada seks determination. SRY menstimulasi produksi antigen H-Y oleh sel kelenjar primitif. Antigen H-Y adalah protein membran plasma spesifik yang ditemukan hanya pada pria yang secara langsung membentuk testes dari gonad. Pada wanita tidak terdapat SRY, sehingga tidak ada antigen H-Y, sehingga jaringan gonad baru mulai berkembang setelah 9 minggu kehamilan membentuk ovarium.
Tahap fenotip tergantung pada tahap genetik dan gonad. Diferensiasi membentuk sistem reproduksi pria diinduksi oleh androgen, hormon maskulin yang disekresi oleh testes. Usia 10-12 minggu kehamilan, jenis kelamin secara mudah dapa dibedakan secara anatomi pada genitalia eksternal.
Meskipun perkembangan genitalia eksterna pria dan wanita tidak berbeda pada jaringan embrio, tetapi tidak pada saluran reproduksi. Dua sistem duktus primitif, yaitu duktus Wolffian dan Mullerian menentukan terbentuknya pria atau wanita. Pada pria duktus Wolffian berkembang dan duktus Mullerian berdegenerasi, sedangkan pada wanita duktus Mullerian yang berkembang dan duktus Wolffian berdegenerasi. Perkembangannya tergantung ada atau tidak adanya dua hormon yang diproduksi oleh testes fetus yaitu testosteron dan Mullerian-inhibiting factor. Testosteron mengiduksi duktus Wolffian menjadi saluran reproduksi pria (epididimis, duktus deference, duktus ejakulatorius, dan vesika seminalis). Testosteron diubah menjadi dihydrotestosteron (DHT) yang bertanggung jawab membentuk penis dan skrotum. Pada wanita, duktus Mullerian berkembang menjadi saluran reproduksi wanita (oviduct, uterus, dan vagina), dan genitalia eksterna membentuk klitoris dan labia (Website Staff UI).



















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Konsep-konsep fertilisaasi terdiri atas proses ovulasi, proses fertilisasi, proses implantasi, dan penetuan jenis kelamin,.
Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang telah matang menuju tuba fallopi. Ovulasi terjadi dalam 3 fase yaitu fase pra-ovulasi, fase ovulasi, dan fase pasca-ovulasi.
Fertilisasi adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Fertilisasi dibedakan menjadi 2 yaitu fertilasi internal dan fertilisasi eksternal. Fertilisasi dapat terjadi apabila ovum telah matang dan terjadi kapasitasi sperma di dalam saluran reproduksi wanita. Fertilisasi terjadi dalam 5 tahap, yaitu; (1) penembusan korona radiata, (2) pelekatan spermatozoa dengan sona pelusida, (3) penembusan zona pelusida, (4) reaksi akrosom, (5) fusi oosit dengan membran sel sperma.
Setelah fertilisasi terjadi penyibakan (claveage) membelah zigot menjadi morula dan selanjutnya blastula. Implantasi adalah suatu proses melekatnya blastosis ke endometrium uterus diawali dengan menempelnya embrio pada permukaan epitel endometrium, menembus lapisan epitelium selanjutnya membuat hubungan dengan sistem sirukulasi ibu. Penentuan jenis kelamin ditentukan oleh kromosom seks yang dibawa oleh sperma.





DAFTAR PUSTAKA

Andriaanty, Dwi. 2013. Individu dan Masyarakat Dalam Proses Sosial Budaya http://andriianty.blogspot.co.id/2013/05/individu-dan-masyarakat-dalam-proses.html diakses pada tanggal 24 September 2015.
Anonim. 2011. Bab II Tinjauan Pustaka Embriogenesis. (online), (repository. usu.ac.id/bitstream/123456789/21471/4/Chapter%20II.pdf, diakses 20 September 2015).
Anonim. 2013. Materi 6 Transportasi Sel Gamet dan Fertilisasi. (online), (http://reproduksiternak.lecture.ub.ac.id/files/2013/09/MATERI-6-TRANSPORTASI-SPERMA-DAN-FERTILISASI-IRT.pdf, diakses tanggal 20 September 2015).
Anwar, R. 2005. Morfologi dan Fungsi Ovarium. (online), (pustaka.unpad.ac.id/ wp-content/.../morfologi_dan_fungsi_ovarium.pdf, diakses tanggal 20 September 2015)
Arif, A. 2015. Ovulasi Fertilisasi dan Kebuntingan. http://www.academia.edu/ 9950952/Ovulasi_Fertilisasi_dan_Kebuntingan, diakses tanggal 20 September 2015
Bertharia, D. Tanpa Tahun . Proses Ovulasi, Fertilisasi, Implantasi, dan Embriogenesis. (Online), (http://xa.yimg.com/kq/groups/23627341/ 170641243/name/proses+ovulasi. pdf, diakses tanggal 20 September 2015).
Campbell, N. A. dkk. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta: Erlangga
Christy, dina. 2011. Reproduksi. https://dinachristy.files.wordpress.com/2011/ 05/tugas-biologi-rangkuman. diakses pada Kamis, 24 September 2015 pukul 19:37
Guyton dan Hall,1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. Penerbi Buku Kedokteran EGC
 Kawaguchi, Hasan. 2012. Perkmebangbiakan http://kulpulan-materi.blogspot.co.id/2012/02/perkembangbiakan.html. diakses pada tanggal, 24 September 2015.
 Repository USU. Embriogenesis. (Online), ( http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/21471/4/Chapter%20II.pdf, diakses tanggal 24 September 2015)
Sadler,  T.W. 2012. Langman  Embriologi Kedokteran Edisi 10 . Buku Kedokteran EGC Jakarta.
Sastrawinata, S. 1983.Obstetri Fisiologi. Bandung.Eleman
Schust, D.J. dan Heffner, L.J. 2006. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Website Staff UI.  Tanpa Tahun. Modul Reproduksi. (online), (http://staff.ui.ac.id/ system/files/users/tutinfik/material/e-bookbioteknologipdsistemreproduksi. pdf, diakses tanggal 24 September 2015)
Widhi. 2012. Proses Bertemunya Sperma dan Ovum. http://netsains.net/2012/12/ proses-bertemunya-sperma-dan-ovum/. diakses tanggal 20 September 2015






Tidak ada komentar:

Posting Komentar